Mahasiswa dan Melepas Identitas

Oleh : Herlianto A, 
Mahasiswa Universitas Islam malang dan anggota komunitas kajian “Nganthiwani” kota Malang
 
Sumber: Antaranews.com

Setiap pemerintah mengeluarkan kebijakan, mahasiswa menjadi unsur tersendiri yang secara khusus mengkaji dan mengkritisi kebijakan itu. Dasar pandangannya adalah  kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat. Isu akan dinaikannya harga BBM (Bahan Bakar Minyak) oleh pemerintah per 1 april 2012 menjadi isu penting baru bagi mahasiswa. 

Meski persoalan korupsi yang mendera bangsa ini, baik yang di kementrian tenaga kerja dan transmigrasi, kementrian olahraga (wisma atlet) dan setumpuk persoalan hukum yang sampai saat ini belum ada ujungnya. Kini mahasiswa disuguhkan materi baru untuk kembali mengerutkan dahi dan sedikit menahan emosi mengkaji kebijakan itu untuk  menemukan formula baru sebagai satu langkah solutif.

Alhasil, mahasiswa mengkonkritkan kritiknya  dalam bentuk demonstrasi (demo) di jalanan. Genderang demo penolakan atas kenaikan harga BBM di tabuh oleh mahasiswa di Kendari Sulawesi pada 5 Maret lalu yang berakhir ricuh dengan aparat. Kemudian di susul di seluruh daerah. Misalnya, Bandung, Cianjur, Tasik Malaya, Solo, Tuban, Surabaya, Madura, Malang, Jember, Bali, Lombok, Samarinda, Makassar, Riau yang di motori oleh BEM-se Riau, Bijai dll. Artinya, hanya  dalam waktu tidak kurang dari 2 minggu Indonesia telah didemo oleh mahasiswa. dan hampir dari keseluruhan demonstrasi itu berakhir ricuh dan kerusakan. 

Bangkitnya Gerakan Mahasiswa

            Beberapa waktu terakhir mahasiswa mengalami kevakuman gerakan, demonstrasi hanya sebatas pesta seremonial memperingati momen tertentu. misalnya demonstrai hari HAM, sumpah pemuda, pendidikan dsb. Sebagai konsekuensinya, mahasiswa dikecaman secara bertubi-tubi oleh masyarakat maupun para analis gerakan. Mereka dinilai sebagai agen yang mandul dan tak lagi memiliki peran yang signifikan dalam menciptakan perubahan sosial, tak lagi  berdikari, gagal dalam mengawal pemerintah dan hedonis yang kronis. Aksi anarkistis juga banyak mempengaruhi psimisme masyarakat dalam melihat gerakan mahasiswa. sehingga perannya diambil alih oleh Media, LSM (Lembaga Swadaya masyarakat) dan Ornop (Organisasi non Pemerintah) lainnya.

            Namun, Jika melihat gelombang gerakan mahasiswa yang terus membesar  beberapa minggu ini, maka bukan tidak mungkin mahasiswa mengubah keadaan dan menciptakan sejarah spektakuler baru. Pasalnya mahasiswa terperosok oleh citra negatifnya saat ini. gerakannya selalu menuai kecurigaan dan mosi tidak percaya dari masyarakat. Maka tidak salah jika mahasiswa hendak memperbaiki citra dan mengukir kesuksekannya kembali dengan memposisikan citra negatif itu sebagai cambuk dalam memacu motivasinya sebagaimana gerakan 1998 menggulingkan kekuasaan, dan menata kehidupan bernegara yang baru lagi. Walaupun perjuangan 98  belum mencapai kesempurnaan. Maka  momentum kenaikan harga BBM adalah isu strategis untuk menghangatkan suasana dan menggalang massa.

Tidak bisa dipungkiri bahwa edukasi dan konsolidasi gerakan mahasiswa semakin inten dibangun saat ini. Hal itu bisa dilihat dari upaya penyampaian isu kesesama mahasiswa dan ke  masyarakat pada umumnya, setiap elemen organisasi mahasiswa baik intra maupun ekstra mengadakan agenda khusus mengkaji  kenaikan harga BBM. Argumentasi  penolakan tidak hanya didogmakan pada saat diskusi tetapi juga  melalui short messenger messege (SMS) yang bisa kita baca disetiap HP mahasiswa. Dengan demikian, mental menolak sudah tertanam di benak mahasiswa.

Apalagi mahasiswa adalah satu elemen yang akan merasakan langsung efek dari kenaikan harga BBM, meskipun disisi lain mahasiswa digolongkan pada golongan kelas menengah tetapi sejatinya mereka tetap golongan bawah karena tak mampu menghasilkan pendapatan dan hanya menunggu kiriman orang tua untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Jelas kenaikan harga BBM adalah ancaman nayata bagi dirinya, dan mahasiswa akan membela itu.

Sementara, jika diukur dari kebutuhannya mahasiswa adalah golongan kelas menengah karena tingkat kebutuhannya yang tinggi baik kebutuhan transportasi (mobilitas), buku-buku,  hingga mode pakaian. Ketidak seimbangan ini akan semakin terasa bagi mahasiswa tatkala harga BBM semakin naik. Apapun alasannya, naiknya harga BBM akan dibarengai dengan naiknya biaya hidup lainnya. BBM adalah sektor mendasar yang mencakup keseluruhan harga kehidupan dari sandang, pangan dan papan. Ini akan memicu (trigger) dan memacu emosi mahasiswa untuk megatakan “tidak” pada kenaikan harga BBM.

Temu rektor se-indonesia dengan menteri perekonomian Hatta Rajasa yang membahas pembendungan aksi demonstrasi mahasiswa, juga menjadi pemicu kuat munculnya kewaspadaan dan soliditas gerakannya. Mereka berpandangan apa yang disampaikan rektor nantinya adalah tak lebih dari kemauan rezim bukan kemauan rakyat yang saat ini diperjuangkan oleh mahasiswa. yang akan terjadinya sebaliknya pengabaian terhadap segala bentuk saran dari petinggi kampus.

Faktor-faktor itu adalah potensi besar yang siap meledak kejalanan, dan gerakan 98 akan terulang. Tetapi gerakan itu tidak akan pernah meledak tanpa ada penabuhnya, Dan penabuhnya hanya satu yaitu melepaskan identitas masing-masing. Sehingga  partialitas gerakan tidak akan muncul yang selama ini melemahkan gerakan mahasiswa itu sendiri.  Tak ada lagi  demo atas nama HMI, PMII, KAMMI, GMNI, PMKRI dll. Demo sebenarnya adalah kekuatan rakyat (people power) yang agennya adalah mahasiswa.  

Divide at Impera

Melihat potensi besar yang dimiliki mahasiswa untuk menggoyahkan kekuasaan saat ini, maka tidak terlepas dari intaian dari para kalangan yang punya kepentingan dengan kekuasaan di negeri ini. Sejarah mencatat kebijakan menaikkan harga BBM bukan hal baru dinegeri ini, sejak 1965 isu ini menjadi isu yang tak kalah sensitifnya dengan isu kebijakan yang lain. Pun penggulingan kekuasaan oleh mahasiswa juga bukan hal baru.

Kita tentu ingat aliansi mahasiswa dalam wadah KAMI (kesatuan aksi mahasiswa) yang berhasil dimanfaat oleh Jendral Suharto menggulingakan presiden pertama kita. KAMI membawa isu penting dalam memunculkan opini bahwa Sukarno adalah dalang PKI, dan PKI harus dibumi hanguskan. Malapetaka 15 januari1978 (Malari) yang melibatkan kekuatan mahasiswa pun tidak terlapas dari peran  kepentingan pribadi terhadap kekuasaan yaitu antara Jendral Sumitro-Ali Mertopo yang akhirnya Sumetro dipecat sebagai pangkomkamtip.

Kecenderungan serupa juga tampak dalam kasus Mei 1998 (Wiranto versus Prabowo). Kedua kasus ini, meminjam ungkapan Chalmers Johnson (Blowback, 2000), dapat disebut permainan “jendral kalajengking” (scorpion general).

Dengan demikian, bukan tidak mungkin  dimomen kali ini akan terulang.  Tiga jendral, sebenarnaya, tengah berperang merebut kursi empuk kekuasaan: Prabowo Subianto, Wiranto dan Susilo Bambang Yudoyono  (SBY) sendiri. Ketiga mantan panglima TNI itu tentunya  memiliki strategi mobilisasi massa yang tidak diragukan.

 Sementara agen yang sangat mungkin untuk digerakkan adalah mahasiswa. Maka iming-iming bagi mahasiswa akan banyak ditawarkan dalam bahasa yang lebih halus, dan dalam bentuk dan jumlah yang lebih menggiurkan.  jika mahasiswa tidak jeli dan masih mementingkan pribadi dan identitas kediriannya. Maka bersiaplah menjadi korban kepentingan dan visi membela kesejahteraan rakyat harus dikubur dalam-dalam. Atau bahkan berubah menjadi membela kepentingan kekuasaan.

Dengan demikian, momentum kenaikan harga BBM adalah waktu yang tepat bagi para mahasiswa untuk membuktikan keseriusan dan ketulusannya membela rakyat. Meninggalkan segala identitas kediriannya atas nama rakyat adalah perjuangan yang paling terpuji. Selamat berjuang!!! 

                                    

Post a Comment

0 Comments