Mahasiswa Educopolis ala Jogja

Oleh: Herlianto A, Mahasiswa STF Al-Farabi Malang*
Sumber: uny.ac.id
Pertengahan 2011 lalu UGM (Universitas Gajah Mada) merilis program layanan sepeda kampus, dimana mahasiswa dianjurkan bersepeda dalam kampus. Program ini berorientasi pada penciptaan kawasan educopolis yaitu suatu lingkungan yang kondusif untuk proses pembelajaran dalam konteks pengembangan kolaborasi multidisiplin dan tanggap terhadap isu ekologi. Kebijakan pengelolaan layanan sepeda kampus adalah salah satu perwujudan dari visi tersebut.

Tampaknya program ini tidak hanya membuahkan hasil di UGM, tetapi merembet ke  beberapa kampus lainnya, meski tidak secara resmi meluncurkan program layanan sepeda layaknya UGM. Seperti di UIN Sunan Kali Jaga, UMY (Universitas Muhammadiyah yogyakarta), UNY (Universitas Negeri Yogyakarta), UAD (Universitas Ahmad Dahlan) dsb, mahasiswa dengan penuh sadar bersepeda ke kampus dan mersa enjoy.

Bersepeda di lingkungan kampus, selain menyehatkan jasmani juga meningkatkan silahturahmi antar mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa masa depan. Pemenuhan prestis individu yang berlebihan dikampus dapat ditekan, sehingga kampus tidak lagi menjadi ajang pamer motor terbaru atau mobil mewah oleh mahasiswa kaya. Suasana kesetaraan dan kekeluargaan lebih terasa, ini tentu sejalan dengan pendidikan karakter yang digodok oleh menteri pendidikan saat ini.

Bersepeda ternyata dirasa lebih toleran dibandingkan sepeda motor, dengan memberi kesempatan lebih terhadap pengguna jalan misalnya pada saat menyembrang jalan dikampus. Selama ini pejalan kaki meski keberadaannya lebih tua dari sepeda motor maupun mobil tetapi dijalan selalu dikalahkan bahkan “dikatain” jika mendahului kendaraan.

Untuk menghirup udara segar dikampus lebih mungkin saat ini bagi mahasiswa Jogja dibandingkan beberapa waktu sebelumnya. Parkiran tidak terlalu padat kerena sepeda tidak terlalu banyak memakan ruang dibanding sepeda motor dan mobil. Setiap parkiran dimasing-masing kampus tampak fifty-fifty antara jumlah sepeda dengan sepeda motor.

Kemudian, tentu  bersepeda lebih bijak untuk menjawab keterbatasan BBM di bangsa ini, dibandingkan pengurangan subsidi, pembatasan penggunaan BBM apalagi nambah hutang luar negeri untuk impor BBM. Traffic jam akan terurai, karena akan berbeda satu orang bersepeda dengan satu orang bermobil terhadap kesesakan jalan, depan kampus tidak lagi menjadi pusat kemacetan baik pagi, siang maupun sore hari. Maka, ini meminimalisir terbuangnya BBM dengan percuma akibat kemacetan.

Semangat mahasiswa bersepeda juga didukung oleh lingkungan masyarakatanya. Seperti menyediakan toko sepeda bekas dengan harga yang terjangkau. Mahasiswa tidak perlu merongoh gocek dalam-dalam untuk mendapat satu sepeda. Kemudian setelah kuliah selesai (wisuda) maka sepeda tadi dapat dijual kembali untuk digunakan oleh mahasiswa baru.

Post a Comment

0 Comments