Pemuda: Antara Sejarah dan pergaulan Bebas

Oleh: Herlianto A, Mahasiswa STF Al-Farabi Malang
Sumber: Sejarahindonesia.blogspot.com
“Wajah suatu negara bergantung pada pemudanya”, “berikan aku sepuluh pemuda akan ku guncang dunia ini” adalah pernyataan pamungkas Bung Karno tentang potensi pemuda. Dua pernyataan ini menyiratkan makna yang dalam tentang bagaimana pentingnya peran pemuda. Hal senada juga pernah disampaikan oleh Bung Hatta dalam pidato pembelaannya di Denhag Belanda bahwa masa depan adalah milik pemuda. 

Diktum dari kedua tokoh proklamator diatas bukanlah sebatas hiperbolis-metaforis, atau mbuju’i terhadap posisi pemuda agar senantiasa on fire serta memiliki semangat rawe-rawe rantas malang-malang putung dalam menata hidup dan mendorong perubahan. Tetapi tak kalah pentingnya bahwa fakta sejarahlah yang menunjukkan demikian.

Jika kita telusuri jejak sejarah perjuangan bangsa ini semuanya berawal dari pemuda. Misalnya berdirinya Budi Utomo, tokoh-tokohnya, Tjipto Mangun Kusumo, Sutomo, Wahidin Sudiro Husodo dan mahasiswa STOVIA dan OSVIA, disusul oleh organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatranenbond, Jong Madura dst. Dari organisasi-organisasi pemuda inilah semangat perlawanan terhadap penjajah dibangun, kesadaran akan kemerdekaan terus diasah. Benih kesadarn itu kemudian terejawantah menjadi sumpah pemuda 1928, dan pengamanan Sukarno ke Rengas Dengklok untuk segera memproklamasikan kemerdekaan bangsa ini. Jadi jelas bahwa petuah Bung Karno dan Bung Hatta bukanlah pepesan kosong.

Namun pertanyaannya bagaimana dengan pemuda saat ini? masih pantaskah semangat perubahan kita sandangkan pada mereka? Ataukah lembaran-lembaran tentang pemuda dan perjuangannya suda ditutup dan sudah waktunya menikmati pergaulan bebas? Atau inilah waktu yang tepat bagi pemuda untuk having fun sepuasnya menghisap jerih payah para founding father

Baiklah, saya tidak dalam kapasitas menghakimi pemuda apakah masih layak sebagai agen perubahan atau tidak. Tetapi saya ingin menunjukkan fenomena-fenomena keseharian pemuda saat ini dan beberapa faktor yang mendadarinya. Justifikasi layak-tidaknya pemuda masa kini sebagai motor pergerakan sepenuhnya saya serahkan kepada sidang pembaca.   

 Membincang pemuda masa kini, lidah kita akan kental dengan pergaulan bebas. Sederhananya pergaulan bebas adalah salah satu bentuk prilaku menyimpang melewati batas-batas norma yang ada. Belakangan kita di jejali oleh berita tentang perilaku bebas itu. Misalnya muda-mudi diwarnet mesum, pasangan syuting video porno oleh temannya dst. Ini jelas prilaku yang telah menerobos demarkasi moral ke amoral, tak bebas ke bebas. 

   Memang masa remaja adalah masa paling indah nan berseri. Remaja merupakan dimana proses pencarian jati diri seseorang berlangsung, jiwa selalu meronta dan bergejolak. Semangat muda selalu berapi-api dan tanpa pertimbangan panjang bin matang. Dalam term Abraham Maslow, masa muda sebagai puncak pencarian aktualisai diri. Sementara aktualisasi diri adalah kebutuhan tertinggi manusia yang pemenuhannya sangat mendesak. Pada poin ini tak jarang para remaja terjerembab ke dalam pergaulan bebas yang memabukkan hanya demi pengaktualisasian diri yang tidak tepat. Demi aktualisasi diri remaja putri memberikan keperawanannya pada remaja hidung belang. Demi aktulisasi diri remaja menghisap sabu-sabu dan obat-obatan terlarang lainnya. Demi dibilang keren miras berpesta miras sambil dugem dst.

Namun sejatinya, persoalan pergaulan bebas tidak semata disebabkan oleh faktor internal pemuda yang labil, pemicu eksternal juga memiliki peran cukup signifikan. Faktor lingkungan seperti orang tua, teman dan tetangga tidak bisa kita abaikan karena disanalah mereka dibesarkan dan diasuh. Disanalah pemuda belajar bagaimana bertingkah. Tabularasa John Locke memiliki momentumnya disini bahwa lingkunganlah yang membentuk manusia, karena ia lahir laksana kertas kosong yang diorat-oret oleh lingkungan. Wajar jika pelaku-pelaku pergaulan bebas di dominasi oleh anak yang keluarganya broken home, dan memiliki lingkungan tidak kondusif secara moral. 

Kedua, Faktor pengetahuan yang minim, sementara rasa ingin tahu tinggi. Maka yang terjadi adalah mencoba dan mencoba. Awalnya pemuda mencoba minuma keras, mencoba narkoba dst sehingga akhirnya bergantung pada miras dan narkoba, dengan kata lain addicted. Sementara disisi lain ia tidak memiliki pengetahauan akan dampak buruk hal itu. Sex education masih menjadi perdebatan, khomer dan narkoba menjadi sebatas barang haram yang tidak boleh disentuh dan pelakunya akan diadili secara hukum. Tapi pernahkah dirumah, dimasyarakat bahkan disekolah secara khusus membahas tuntas tentang apa miras dan narkoba beserta efek buruknya bagi pengguna. Kalaupun ada sebatas himbauan.   

Tidak tepat kiranya jika remaja selalu diposisikan taklid dalam hal krusial semacam itu. sudah selayaknya mereka tahu dan mengerti. Karena kecendrungan manusia mencoba sesuatu yang baru dan belum dikenal sebelumnya. Semakin dilarang sesuatu untuk diketahui maka semakin tinggi pula intensi seseorang untuk mengetahui dan mencoba hal itu. 

Ketiga, faktor perubahan zaman, belakangan kita memang digencarkan oleh perkembangan globalisasi dan kapitalisai serta kemajuan teknologi. Kita disibukkan oleh perkembangan modern. Diakui atau tidak perubahan ini telah menyetting kemana arah pergaulan remaja.  Atas nama global-trendy berbagai cara dilakukan, termasuk persoalan pacar. Tidak trendi kalau tidak punya pacar. Tidak up to date jika diri tidak dilengkapi dengan gadget produk apel, nokia, Samsung dst. Maka yang muncul adalah malas belajar, fokus dengan game online dan fitur-fitur lainnya. Macam-macam pargaulan dapat dijumapai melalui media, mulai dari yang biasa aja sampai yang paling ektrim. Berbagai video dapat ditonton mulai dari yang edukatif yang yang tidak senonoh. Sayangnya yang banyak digemari oleh pemuda adalah yang tidak senonoh sehingga prilakunyapun tak ada bedanya.

Namun demikian, pergaulan bebas bukan tidak mungkin untuk diobati. Pergaulan bebas bukanlah kanker ganas. Pergaulan bebas adalah fenomena sosial. Oleh karena pergaulan bebas adalah fenomena sosial maka penyelesaiannya semestinya juga secara sosial. Mulailah dari kita masing-masing membulatkan tekat untuk menjauhi segala macam gejala-gejala pergaulan bebas, maupun pergaulan yang masih bersifat subhat (tidak jelas hukumnya). Lalu kita organisasikan lebih konkret lagi sehingga ada perpaduan antara penyelesaian internal dan eksternal. Tidak ada yang perlu dipersalahkan, dan tidak ada kambing hitam. Orang tua, masyarakat dan sekolah harus bergandengan tangan menciptkan suasana pendidikan yang menghormati norma-norma dan nilai-nilai moral.

Kita masih berharap dan bersandar sepenuhnya pada pemuda tentang nasib masa depan bangsa, negara dan agama. Siapa lagi kalau bukan pemuda yang mengisi dan menata negara ini. Tepat sekali apa yang katakan Bung Karno dan Bung Hatta dan tentunya oleh beberapa tokoh perjuangan lainnya. selamat berjuang kaum muda!  

Post a Comment

0 Comments