Oleh: Herlianto A, Mahasiswa STF Al-Farabi
Malang
“Wajah suatu
negara bergantung pada pemudanya”, “berikan aku sepuluh pemuda akan ku guncang
dunia ini” adalah pernyataan pamungkas Bung Karno tentang potensi pemuda. Dua
pernyataan ini menyiratkan makna yang dalam tentang bagaimana pentingnya peran
pemuda. Hal senada juga pernah disampaikan oleh Bung Hatta dalam pidato
pembelaannya di Denhag Belanda bahwa masa depan adalah milik pemuda.
Diktum dari kedua
tokoh proklamator diatas bukanlah sebatas hiperbolis-metaforis, atau mbuju’i terhadap posisi pemuda agar
senantiasa on fire serta memiliki
semangat rawe-rawe rantas malang-malang
putung dalam menata hidup dan mendorong perubahan. Tetapi tak kalah
pentingnya bahwa fakta sejarahlah yang menunjukkan demikian.
Jika kita
telusuri jejak sejarah perjuangan bangsa ini semuanya berawal dari pemuda.
Misalnya berdirinya Budi Utomo, tokoh-tokohnya, Tjipto Mangun Kusumo, Sutomo,
Wahidin Sudiro Husodo dan mahasiswa STOVIA dan OSVIA, disusul oleh organisasi
kedaerahan seperti Jong Java, Jong Ambon,
Jong Sumatranenbond, Jong Madura dst. Dari organisasi-organisasi pemuda
inilah semangat perlawanan terhadap penjajah dibangun, kesadaran akan
kemerdekaan terus diasah. Benih kesadarn itu kemudian terejawantah menjadi
sumpah pemuda 1928, dan pengamanan Sukarno ke Rengas Dengklok untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan bangsa ini. Jadi jelas bahwa petuah Bung Karno dan
Bung Hatta bukanlah pepesan kosong.
Namun
pertanyaannya bagaimana dengan pemuda saat ini? masih pantaskah semangat
perubahan kita sandangkan pada mereka? Ataukah lembaran-lembaran tentang pemuda
dan perjuangannya suda ditutup dan sudah waktunya menikmati pergaulan bebas?
Atau inilah waktu yang tepat bagi pemuda untuk having fun sepuasnya menghisap jerih payah para founding father?
Baiklah, saya
tidak dalam kapasitas menghakimi pemuda apakah masih layak sebagai agen
perubahan atau tidak. Tetapi saya ingin menunjukkan fenomena-fenomena
keseharian pemuda saat ini dan beberapa faktor yang mendadarinya. Justifikasi
layak-tidaknya pemuda masa kini sebagai motor pergerakan sepenuhnya saya
serahkan kepada sidang pembaca.
Membincang pemuda masa kini, lidah kita akan
kental dengan pergaulan bebas. Sederhananya pergaulan bebas adalah salah satu
bentuk prilaku menyimpang melewati batas-batas norma yang ada. Belakangan kita
di jejali oleh berita tentang perilaku bebas itu. Misalnya muda-mudi diwarnet
mesum, pasangan syuting video porno oleh temannya dst. Ini jelas prilaku yang
telah menerobos demarkasi moral ke amoral, tak bebas ke bebas.
Memang
masa remaja adalah masa paling indah nan berseri. Remaja merupakan dimana proses
pencarian jati diri seseorang berlangsung, jiwa selalu meronta dan bergejolak.
Semangat muda selalu berapi-api dan tanpa pertimbangan panjang bin matang. Dalam term Abraham Maslow, masa muda sebagai puncak pencarian aktualisai
diri. Sementara aktualisasi diri adalah kebutuhan tertinggi manusia yang
pemenuhannya sangat mendesak. Pada poin ini tak jarang para remaja terjerembab
ke dalam pergaulan bebas yang memabukkan hanya demi pengaktualisasian diri yang
tidak tepat. Demi aktualisasi diri remaja putri memberikan keperawanannya pada
remaja hidung belang. Demi aktulisasi diri remaja menghisap sabu-sabu dan
obat-obatan terlarang lainnya. Demi dibilang keren miras berpesta miras sambil
dugem dst.
Namun sejatinya,
persoalan pergaulan bebas tidak semata disebabkan oleh faktor internal pemuda
yang labil, pemicu eksternal juga memiliki peran cukup signifikan. Faktor
lingkungan seperti orang tua, teman dan tetangga tidak bisa kita abaikan karena
disanalah mereka dibesarkan dan diasuh. Disanalah pemuda belajar bagaimana
bertingkah. Tabularasa John Locke
memiliki momentumnya disini bahwa lingkunganlah yang membentuk manusia, karena
ia lahir laksana kertas kosong yang diorat-oret oleh lingkungan. Wajar jika
pelaku-pelaku pergaulan bebas di dominasi oleh anak yang keluarganya broken home, dan memiliki lingkungan
tidak kondusif secara moral.
Kedua, Faktor
pengetahuan yang minim, sementara rasa ingin tahu tinggi. Maka yang terjadi
adalah mencoba dan mencoba. Awalnya pemuda mencoba minuma keras, mencoba
narkoba dst sehingga akhirnya bergantung pada miras dan narkoba, dengan kata
lain addicted. Sementara disisi lain
ia tidak memiliki pengetahauan akan dampak buruk hal itu. Sex education masih menjadi perdebatan, khomer dan narkoba menjadi sebatas barang haram yang tidak boleh
disentuh dan pelakunya akan diadili secara hukum. Tapi pernahkah dirumah,
dimasyarakat bahkan disekolah secara khusus membahas tuntas tentang apa miras
dan narkoba beserta efek buruknya bagi pengguna. Kalaupun ada sebatas
himbauan.
Tidak tepat
kiranya jika remaja selalu diposisikan taklid
dalam hal krusial semacam itu. sudah selayaknya mereka tahu dan mengerti.
Karena kecendrungan manusia mencoba sesuatu yang baru dan belum dikenal
sebelumnya. Semakin dilarang sesuatu untuk diketahui maka semakin tinggi pula intensi
seseorang untuk mengetahui dan mencoba hal itu.
Ketiga, faktor perubahan zaman, belakangan kita memang digencarkan oleh
perkembangan globalisasi dan kapitalisai serta kemajuan teknologi. Kita
disibukkan oleh perkembangan modern. Diakui atau tidak perubahan ini telah
menyetting kemana arah pergaulan remaja.
Atas nama global-trendy berbagai cara dilakukan, termasuk persoalan
pacar. Tidak trendi kalau tidak punya pacar. Tidak up to date jika diri tidak dilengkapi dengan gadget produk apel, nokia, Samsung dst. Maka yang muncul adalah
malas belajar, fokus dengan game online dan
fitur-fitur lainnya. Macam-macam pargaulan dapat dijumapai melalui media, mulai
dari yang biasa aja sampai yang paling ektrim. Berbagai video dapat ditonton
mulai dari yang edukatif yang yang tidak senonoh. Sayangnya yang banyak
digemari oleh pemuda adalah yang tidak senonoh sehingga prilakunyapun tak ada
bedanya.
Namun demikian,
pergaulan bebas bukan tidak mungkin untuk diobati. Pergaulan bebas bukanlah
kanker ganas. Pergaulan bebas adalah fenomena sosial. Oleh karena pergaulan
bebas adalah fenomena sosial maka penyelesaiannya semestinya juga secara
sosial. Mulailah dari kita masing-masing membulatkan tekat untuk menjauhi
segala macam gejala-gejala pergaulan bebas, maupun pergaulan yang masih
bersifat subhat (tidak jelas
hukumnya). Lalu kita organisasikan lebih konkret lagi sehingga ada perpaduan
antara penyelesaian internal dan eksternal. Tidak ada yang perlu dipersalahkan,
dan tidak ada kambing hitam. Orang tua, masyarakat dan sekolah harus
bergandengan tangan menciptkan suasana pendidikan yang menghormati norma-norma
dan nilai-nilai moral.
Kita masih
berharap dan bersandar sepenuhnya pada pemuda tentang nasib masa depan bangsa,
negara dan agama. Siapa lagi kalau bukan pemuda yang mengisi dan menata negara
ini. Tepat sekali apa yang katakan Bung Karno dan Bung Hatta dan tentunya oleh
beberapa tokoh perjuangan lainnya. selamat berjuang kaum muda!
0 Comments