Unisma: Rektor Baru Harapan Baru, Mungkinkah?

Oleh: Herlianto A, Alumni Unisma

Prof Maskuri Bakri sudah dipastikan menggantikan Prof Surahman sebagai rektor Universitas Islam Malang (Unisma). Hal itu berdasarkan hasil pemilihan rektor (pilrek) oleh senat dan yayasan Unisma pada Senin sore (24/11) lalu. Dari 15 pengurus yayasan yang memilih, Maskuri memperoleh 11 suara. Sedangkan Surahmat hanya dapat 4 vote. Bisa dibilang ini kemenangan telak Maskuri. 
 
Prediksi Meleset

Kemenangan ini berbeda dengan banyak dugaan sebelumnya bahwa Surahmat kuat perkiraan akan memenangkan pada pilrek keduanya ini. Bahkan beredar isu, Surahmat sudah dipilih oleh KH. Tolcha Hasan, petinggi yayasan Unisma yang disegani, sebelum pilrek berlangsung. Hal ini melihat prestasi pria kelahiran Banyuwangi tersebut dalam membangun kampus putih itu. 

Dia berani bertaruh demi kemajuan kampus tercinta. Alhasil, terobosannya membuat Unisma megah, pembangunan gedung dan fasilitas terasa. Jumlah mahasiswa yang semakin meningkat, jika sebelumnya jumlah mahasiswa tak lebih dari 1.200, kini menembus 2.000 lebih dalam setiap angkatan baru. Kampus-kampus lain tak lagi memandang sebelah mata pada Unisma. Menariknya lagi beberapa kerjasama internasional sudah dilakukannya dengan satu kampus di China dan Arab Saudi. Inilah prestasinya, sekalipun bukan ini ukuran kesuksesan dunia pendidikan bagi Unisma. 
 
Dengan begitu sebagian minoritas mahasiswa memuji langkah Surahmat. Dia dinilai penyelamat Unisma dari tradisi “mlempem” dalam bertindak. Dalam kepemimpinan rektor sebelumnya, Mukri Prabowo (almarhum), Unisma tak meraih apapun baik kuantitas pembangunan dan jumlah mahasiswa. Malah muncul desas-desus penyalahgunaan keuangan kampus (korupsi). Sementara Surahmat punya ketegasan untuk beranjak dari tradisi manggu’- manggu’ yang minim kreasi dan inovasi. Saat memimpin langsung tancap gas dengan mengubah warna Unisma dari kampus hijau menjadi kampus putih (catnya diganti). Orang pencari muka disenat dirotasi dan diberi peringatan, bahwa kemajuan Unisma butuh kerja keras dan bukan bermalas-malasan.

Abai dengan NUisme

Tetapi tampaknya, semua itu tidak cukup untuk membuat dirinya kembali dipercaya memimpin diperiode selanjutnya. Surahmat kalah dalam duel mautnya dengan Maskuri di rink pilrek kemarin. Karena ternyata disamping prestasinya yang gemilang dibidang pembangunan. Ada hal lain yang menjadi boomerang bagi tekatnya untuk melanjutkan kekuasaanya di Unisma. Suara-suara sumbang banyak yang menilai bahwa dia cenderung “tangan besi” dalam memimpin. Kurang memanusiakan bawahan dalam memberi perintah. Serta dinilai terlalu arrogan dengan kekuasannya. Konsekuensinya, professor matematika tersebut kurang disenangi diinternal senat sendiri termasuk kalangan pengurus Yayasan. 
 
Di kalangan mahasiswa, dia juga dinilai tidak menaruh kepercayaan pada mahasiswa. Pasalnya kegiatan kemahasiswaan yang dinilai penting seperti Ospek dan Halaqah Diniyah diambil alih dari tangan Lembaga Kepresidenan Mahasiswa (LKM). Dengan dalih mencegah munculnya kekerasan senior terhadap junior juga edaran Dikti memungkinkan rektorat untuk meng-handle kegiatan akbar itu. Sempat beberapa kali pengurus LKM geram dan protes dengan melakukan audiensi dengnnya. Tetapi hasil akhirnya tetap dipegang rektorat.
Hal inilah yang membuat turunnya aksi mahasiswa menolak Surahmat sebagai rektor lagi pada pemilihan kemarin. 

Tak hanya itu Aliansi peduli mahasiswa tersebut juga menunjukkan beberapa tuntutan yang menurutnya selama ini tidak dilakukan oleh Surahmat, seperti transparansi uang parkir dan LPJ pelaksanaan OSPEK yang menelan dana puluhan juta rupiah. Dan yang paling dianggap fatal adalah gaya kepemimpinan Surahmat dinilai tidak linear dengan tradisi ke NU-an (Aswaja) dan dianggap tidak memegang teguh adat kesantrian dan sikap tawadu’. Walaupun sebenarnya dia lahir dari keluarga Madura yang fanatik terhadap NU. Mestinya ke-NU-annya tak perlu diragukan. 
 
Kaitannya dengan organisasi ekstrakampus Surahmat juga melakukan langkah baru sekalipun itu menjadi blunder, yaitu dengan mencegah bendera omek apapun masuk Unisma, termasuk PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) salah satu omek terbesar disitu. Tampaknya, hal ini menjadi boomerang selanjutnya bagi kepemimpinan Surahmat. Karena apapun alasannya PMII tidak bisa dipisahkan dengan Unisma. 

Harus diakui bahwa Unisma adalah basis PMII, para petinggi Unisma adalah IKAPMII. Maka, menguasai Unisma harus pandai merangkul omek bendera kuning tersebut. Ini yang tidak dilakukan oleh Surahmat. Guru besar pengembang teori Frank Ramsey tersebut masih terlalu matematis dengan roda kekuasaan. Dan hasilnya adalah kekalahannya kemarin itu. 
 
Tetapi secara pribadi saya menyatakan apresiasi yang sebesar-besarnya buat prof Surahmat yang telah berjasa mengubah wajah Unisma. Membuat banyak orang kemudian semakin berminat bahkan berebut menjadi rektor dikampus itu. Ini berbeda suasana dari sebelumnya, semoga jasanya mengantarkan Unisma untuk tak berhenti di tataran pembangunan kuantitas tetapi kualitas para mahasiswanya juga. Sukses selalu buatmu prof di posisi yang berbeda! Pergilah dengan kepala tegak.

Harapan Baru

Prof Masykuri Bakri sebelumnya adalah pembantu rektor bidang komunikasi dan kerjasama. Dia baru saja memperoleh gelar guru besarnya beberapa bulan yang lalu di bidang agama Islam. Gelar yang sedikit kontraversial karena tidak linear dengan jurusan S1nya.
Selama menjalankan sumpah setianya sebagai mitra Surahmat dia dinilai dapat menjalankan tugas dengan baik. Pria yang juga penulis itu dikenal negosiator ulung untuk membina kerjasama dengan berbagai institusi lain. Termasuk relasi luas Unisma dibawah Surahmat tidak lepas dari kiprahnya selama ini. Dengan demikian, dia dipercaya dapat melanjutkan program pembangunan yang dirancang Surahmat selama ini. Dan tentu dengan jaminan dapat memegang tradisi ke-NU-an. Kiprahnya di omek PMII, salah satu omek sedarah dengan NU, sudah tidak diragukan lagi. Artinya dia paham betul bagaimana menjaga relasi dengan petinggi-petinggi yayasan yang berlatar NU atau PMII. Dan kemungkinan besar karena dua lasan inilah Maskuri dipercaya oleh Yayasan untuk memimpin Unisma. 
 
Namun demikian, Masykuri harus banyak belajar dari Mukri Prabowo dan Surahmat. Dari Mukri dia harus belajar bahwa ternyata pola kepemimpinan yang terlalu tunduk pada tradisi manggu’-manggu’ tidak akan membuahkan perubahan apapun bagi Unisma. Dia harus berani berbeda dalam hal prinsip pembangunan Unisma dari para orang-orang yayasan. Masykuri perlu menyadari bahwa prinsip pembangunan ala Surahmat- tegas, inovatif, dan tidak kompromi- sangatlah tepat bagi Unisma. Hanya saja dia perlu mengubah cara penyampaiannya saja dengan lebih dekat pada tradisi ke-NU-an. Jika Masykuri bijak, tidak akan membuang orang seperti Surahmat dalam strukur kekuasannya. Justru, orang langka seperti Surahmat perlu dirangkul dan ditempatkan pada lokus khusus sehingga disitu dapat kembali berinovasi. 
 
Kesalahan Surahmat selama ini bukan pada ketegasan dan keberanian dia dalam berinovasi dan memimpin. Tetapi cara dia memimpin yang dinilai tidak sejurus dengan tradisi NU. Di perusahaan-perusahaan, harus diakui gaya kepemimpinan seperti Surahmat itulah yang dibutuhkan. Hanya saja lembaga pendidikan bukanlah perusahaan, disitulah koreksi terhadap pola pemerintahan Surahmat yang harus diisi oleh Masykuri.
Jika ini bisa dilakukan insyaallah Unisma baru yang lebih maju akan menjadi harapan besar di tangan Masykuri. Selamat memimpin Prof…..!!

Post a Comment

0 Comments